Banyak perubahan besar di negeri ini yang diilhami gerakan generasi  muda, mahasiswa, dan pejuang dari Madura. Bubarnya negara-negara boneka  bikinan Belanda untuk kembali menguasai Indonesia saat pusat  pemerintahan Indonesia di Jogjakarta juga berangkat dari Madura. Berikut  penuturan HR Soedirman Mertoadikoesoemo yang terlibat langsung dalam  upaya pembubaran Negara Madura.
Kemerdekaan Indonesia dideklarasikan 17 Agustus 1945. Namun, diawal  kemerdekaannya, Belanda kembali merongrong kedaulatan negara kesatuan  republik Indonesia (NKRI) dengan membentuk negara-negara boneka di tanah  air. Perjuangan mempertahankan kemerdekaan itu kemudian menjadi  momentum tidak terlupakan bagi semua yang terlibat.
Madura adalah salah satu dari sekian banyak negara boneka yang  diciptakan Belanda saat pendudukan kedua kalinya di Indonesia. Tujuannya  untuk mengadu domba. Dengan kelihaian golongan birokrat saat itu,  Belanda mampu membentuk negara Madura yang dipimpin wali negara. Dan  terpisah dengan Jawa yang juga menjadi negara. Saat itu, pusat  pemerintahan RIS (Republik Indonesia Serikat) terletak di Jogjakarta.
Presiden negara Madura diserahkan kepada RAA Cakraningrat. "Saya masih  sangat muda waktu itu. Saya duduk di bangku kelas III SMP Jungcangcang  Pamekasan," kisahnya.
Beberapa tokoh pejuang dan mahasiswa merencanakan untuk membubarkan  negara Madura untuk bersatu lagi dengan Indonesia. Setelah berunding,  akhirnya semua yang tergabung dalam gerakan pembubaran negara Madura  sepakat untuk mengadakan aksi demontrasi besar-besaran ke dewan  perwakilan dan pemerintah Madura.
Untuk meminimalisir konflik fisik, diperlukan kaum terpelajar yang  berada di barisan terdepan aksi demontrasi. "Seharusnya mahasiswa ada di  depan. Tapi karena tidak ada mahasiswa, akhirnya pelajar yang dipercaya  ada di garis depan," tuturnya.
Secara kebetulan, saat itu Soedirman adalah ketua persatuan pelajar (PP)  SMP di Pamekasan. Dengan demikian, dialah yang dipercaya memimpin  gerakan dan melakukan lobi agar demontrasi tidak percuma.
Soedirman membangun kekuatan dengan siswa lainnya. Caranya dengan  menghubungi setiap ketua kelas yang ada. Setelah sepakat, berkumpullah  massa yang terdiri dari pejuang, tokoh mahasiswa, ulama, siswa, dan  masyarakat umum.
Kemudian, massa mendatangi kantor perwakilan rakyat dan kantor  pemerintah. Bekerjasama dengan para pimpinan tentara Madura, akhirnya  tiga orang perwakilan dari demonstran berhasil masuk ke gedung  pemerintahan dan menyampaikan maksud mereka pada RAA Cakraningrat. Tiga  orang yang dimaksud adalah Ramadhan, Soebandi, dan Zainal Alatas.
Tidak diduga sebelumnya, ternyata wali negara sepakat untuk membubarkan  negara Madura. "Inilah yang saya sebut dengan kudeta tanpa darah.  Peraliha kekuasaan tanpa kekerasan," tegasnya. Bahkan, sejak ada gerakan  pembubaran negara buatan Belanda di Madura, negara lain yang dipisahkan  dari Indonesia bergejolak dan memaksa untuk membubarkan diri.
Setelah dibebaskan Belanda, Soekarno dan Mohammad Hatta diresmikan  sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia pertama pada 1950.  Sementara RAA Cakraningrat pensiun. Namun, putra Cakraningrat diangkat  Presiden Soekarno sebagai Sekjen Menteri Agama di Mekkah dan Ruslan  Cakraningrat, adiknya, sebagai gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Sejarah itulah yang dilupakan dari Madura. Bahkan, mungkin banyak yang  tidak tahu. Sebenarnya itu penting agar masyarakat yang bukan Madura  tidak skeptis memandang warga Madura," tukasnya.
Menurut dia, sejarah tersebut sebaiknya dijadikan pelajaran bagi mereka  yang ingin Madura segera berdiri sendiri sebagai provinsi. Hanya, untuk  bisa berdiri sendiri memang harus dipersiapkan. Tapi tidak bisa menarget  waktu yang dibutuhkan untuk bisa menjadi provinsi.
"Semua tergantung kondisi dan tidak bisa ditarget. Saya sama sekali  tidak iri melihat daerah lain menjadi provinsi. Sebab, hanya akan  menambah beban negara," ulasnya. Maksudnya, sambung Soedirman,  pemerintah pusat akan banyak mengalokasikan subsidinya jika daerah  tersebut kewalahan dalam pengelolaan kesejahteraan dan perekonomian  daerahnya.
Dijelaskan, otonomi daerah sudah cukup baik untuk kemajua suatu daerah.  Sebab, pemerintah harus tetap menjalankan fungsi kontrolnya. Sehingga,  daerah tidak bisa dengan sembarangan dan mengambil jalan sendiri dalam  menentukan kebijakan penting tanpa didasari pemenuhan kebutuhan  masyarakatnya.
 
harus lebih ditingkatkan persatuannya nih gan..
BalasHapusnice post
ok gan maksih
BalasHapusya ku kan berjuang
meskin bukan dari dunia nyata mau memajaukan Madura